Pernahkah kalian memikirkan suatu keadaan, dimana langit kita tiba-tiba menghitam, dan tak ada lagi langit biru?
Jangan anggap itu tidak mungkin, teman. Apalagi polusi semakin hari semakin menjadi-jadi. Bukan hanya di kota besar. Di kota yang lebih kecilpun pencemaran udara sudah semakin buruk.
Salah satu kota yang merasa khawatir dengan memburuknya soal lingkungan adalah provinsi Gorontalo.
Peserta dari Provinsi Gorontalo, dalam webinar bertema “Mendorong Penggunaan BBM Ramah Lingkungan Guna Mewujudkan Program Langit Biru” yang diselenggarakan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) bekerjasama dengan Kantor Berita Radio (KBR), menceritakan di Gorontalo sekarang ada sebuah taman kota dengan luas yang lumayan besar.
Taman kota ini dihuni oleh burung-burung yang membentuk koloni dalam jumlah yang banyak.
foto : dok pribadi |
“Polusi bisa saja mengganggu habitat mereka. Misalnya rumput menjadi tercemar. Biji-bijian menghilang dan lama-lama kelamaan burung akan punah, “ ujarnya, belum lama ini, dalam webinar yang diselenggarakan via aplikasi zoom.
Polusi tentu saja tidak hanya akan berdampak kepada kehidupan makhluk hidup seperti hewan dan tumbuhan belaka. Dampak yag lebih besar justru akan menimpa umat manusia yang menghirup udara berpolusi setiap harinya.
75% Dari Kendaraan Bermotor
Isu langit biru sebenarnya bukan hal baru. Program ini bahkan sudah dicetuskan 25 tahun yang lalu. Pada salah satu halaman di dephub.go.id, langit biru disebut sebagai program untuk mengendalikan dan mencegah pencemaran udara dan mewujudkan perilaku sadar lingkungan baik dari sumber tidak bergerak (industri) maupun sumber bergerak (kendaraan bermotor).
Program ini launching oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH), melalui Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no 15 tahun 1996.
Menurut Tulus Abadi, ketua harian YLKI, program Langit Biru merupakan bentuk kepedualian YLKI untuk langit biru dan BBM ramah lingkungan.
Tulus juga menyebutkan kendaraan bermotor menyumbang 75% dari pencemaran lingkungan. Sedangkan PLTU saja dengan kapasitas yang besar hanya menyumbang sekitar 9% pencemaran lingkungan.
“Jadi yang menjadi tersangkanya itu kendaraan bermotor khususnya kendaraan pribadi yang memakai BBM, “ ujarnya.
Namun faktanya, konsumen masih menggunakan bahan bakar premium sebagai andalan. Salah satunya karena alasan harganya lebih murah meskipun emisi karbon yang cukup tinggi yaitu round 88 (premium) dan round 99 (pertalite).
Dasrul Chaniago, Direktur Pengendalian Pencemaran Udara KLHK,menyebutkan secara umum kualitas udara di sejumlah kota di Indonesia baik-baik saja.
Namun ujarnya, bila tidak ada langkah lebih lanjut, bisa jadi suatu hari nanti kualitas udara akan memburuk. Namun Dasrul menggarisbawahi, tidak hanya masalah udara yang harus menjadi sorotan namun juga industri otomotif harus mengikuti tekhnologi di dunia. “Intinya dari hulu ke hilir harus sejalan,” tambahnya.
Harapan Itu Masih Ada
Tentu saja harapan itu masih ada. Harapan untuk melihat langit biru, walaupun kita melihat langit dari tempat yang berbeda-beda di Indonesia.
Salah satu langkah konkrit yang bisa kita lakukan adalah ikut mengurangi pencemaran lingkungan dengan memakai bahan bakar yang baik ketika ketika berkendara.Tidak hanya melihat murahnya saja.
Tentu saja langkah ini juga harus didukung oleh pemerintah. Misalnya dengan menghapus subsidi, untuk bahan bakar dengan tingkat polusi yang tinggi atau bahkan memutuskan untuk menghilangkannya.dari pasaran,misalnya.
Semua tentu butuh keberanian. Keberanian untuk mau berubah menjadi lebih lebih baik. Menjadikan bumi yang kita cintai terjaga lingkungannya dan langit tetap biru tentunya. #
Posting Komentar
Untuk yang menyertakan link hidup atau tanpa identitas, mohon maaf, komennya tidak akan di ditampilkan :) Terima kasih